February 22, 2008

kenangan terindah (part 1)



Memang benar orang bilang "kebahagiaan seorang anak manusia adalah ketika ia bisa membagi suka dan duka dengan belahan jiwanya". Bukan dengan pacar tentunya tapi seorang istri atau suami. Aneh memang kenapa kebahagiaan ini datang begitu saja dan begitu cepat meski menunggu 11 bulan lamanya. Anyway, semua bukan tanpa perencanaan tapi justru ini semua sudah direncanakan oleh Alloh tentunya sebelum saya dan dia bertemu.

Sebuah kisah yang ingin kami bagi untuk anda semua dan semoga bisa menjadi kisah terindah bagi kami...

Kisah ini bermula...

Satu pagi di akhir Januari tahun 2007 ketika malam-malam sebelumnya ada gundah dalam diri ini, sebuah pesan singkat mampir di ponsel "Akh antum bisa kerumah sekarang? ada yang mau ana sampaikan" begitu kira-kira isi pesan itu. Ada perasaan tidak enak saat itu, kenapa murobbiku tiba-tiba sms seperti ini dan harus sekarang, dan tanpa pikir panjang kubalas pesan itu "Ane kerumah sekarang". Sampai rumah murobbi beliau langsung menanyakan siapkah ane dikenalkan dengan seorang akhwat??? deg...deg...deg... seakan jantung ini berdetak lebih kencang mendengar pertanyaan itu. Terjawab sudah penantian ini sejak bulan November tahun 2006 baru saat ini ada jawabnya. Kujawab seadanya dan beliau pun langsung menyodorkan amplop putih yang sudah bisa kutebak isinya berupa proposal nikah dan biodata seorang akhwat tentunya. "Antum baca dulu proposalnya dan tanyakan ke orang tua bagaimana, kalo sudah mantap hubungi ane untuk diteruskan atau tidak" masih dengan gugup kujawab "Iya akh nanti ane hubungi antum lagi kalo sudah punya jawaban" dan segera aku pamit untuk pulang.

Sampai di kos, kututup pintu dan jendela kamar agar tidak ada yang melihatku saat kubuka dan baca biodata ini. Kubuka amplop putih itu dan mulai kubaca kata per kata yang tertulis didalam lembaran-lembaran proposal dan biodata itu. Renny Celica nama akhwat itu, masih skripsi, dua bersaudara, anak sulung, dan tinggal di Karanganyar. Nama ini asing ditelingaku meski dia berasal dari FISIP tetangga dekat fakultasku tapi belum pernah kudengar nama itu apalagi kulihat wajahnya. Melihat harapannya dalam mencari ikhwan yang tepat untuk menjadi qowamnya kelak ada sedikit keoptimisan untuk meneruskan proses ini tapi dengan persetujuan Abah dan semua saudaraku dulu tentunya.

Akhir minggu ini aku pulang ke Semarang dengan membawa satu misi mencari restu. Sampai di Semarang, sebuah rapat keluarga digelar untuk dengar pendapat satu sama lain. "Abah, ini foto calon mantu" ucapku kala itu. "Udah kenal berapa lama dek? Temen sekampus? udah lulus belum?" tanya Abah menjawab perkataanku tadi. Dengan malu-malu kuterangkan bahwa akhwat yang difoto itu baru ku kenal dan dikenalkan oleh ustadz, masih skripsi, temen sekampus tapi beda fakultas. "Tenan wis wani nikah? opo ra kerjo sing tenan sik lik nembe nikah?" tanya Aa menimpali pertanyaan Abah. Gubrak... Gimana aku menjawab nih??? Dengan style cool kujawab sekenanya, "kenapa harus nunggu kerja mapan dulu, ya kalo kerjaanya cepet dateng klo ga? ga nikah-nikah donk..." kontan seisi ruang keluarga tersenyum. Kesimpulanya, mereka semua setuju dengan niatanku ini tapi mereka mengingatkanku untuk sabar kalau ternyata orangtua akhwat itu menolak karena aku belum memiliki kerja yang mapan. Benar juga sih, mertua mana yang mau punya mantu dengan gaji perbulan 500 ribu perak??? Any way perjuangan ini belum berakhir masih dipermulaan.

Sepulang dari Semarang kusampaikan pada Murobbi kalau keluargaku merestui untuk meneruskan proses ini. Meski ketika itu aku ditanya Abah "Sudah sering ngobrol berdua dengan Renny mas?" aku hanya bisa berbohong dengan menjawab "Sudah" padahal bertemu dengan akhwatnya saja aku belim pernah apalagi ngobrol???. Semoga ini kebohongan yang diridhoi dan restu Abah bukan karena aku sudah ngobrol atau belum tapi memang restu yang tulus untuk melanjutkan proses ini.

to be continued....